Saat ini, sangat sulit menjauhkan anak dari tayangan televisi. Padahal, banyak dari tayangan
tersebut tidak layak ditonton anak-anak karena menayangkan adegan
kekerasan, eksploitatif, penuh bahaya, serta ungkapan-ungkapan tidak pantas.
Hal
itu menjadi lebih berbahaya karena pada saat yang sama perhatian kedua
orangtua terhadap apa yang ditonton anak minim lantaran sibuk bekerja seharian.
Lalu, bagaimana solusi untuk mengatasinya?
"Sekarang
ini realitasnya kebutuhan tinggi. Orangtua yang bekerja pun cukup tinggi,
sekitar 60-70 persen memilih bekerja," kata psikolog anak Anggit Sukmawati
dalam diskusi "Minimnya Tayangan Ramah Anak" di Auditorium IFI
Bandung, Sabtu, 16 September 2017.
Mereka yang sibuk bekerja, ujar Anggit, bisa memilih pengasuhan
anak kepada penggantinya/burden
sharing. Meski, setiap pengasuhan tentu memiliki dampak positif dan
negatif.
Untuk itu, kata dia, pemilihan pengasuh sangat penting. Setelah
mendapat pengasuh yang dirasa tepat untuk sang anak, langkah selanjutnya
adalah melakukan pengarahan pada pengasuh terkait tayangan yang layak untuk
anak.
"Bisa diutamakan dari anggota keluarga atau dari orang yang
dikenal. Kalau tidak yakin, pengasuh harus diberikan pengarahan persepsi
tontonan yang layak untuk anak," Anggit menjelaskan.
Jika hal itu belum berhasil, Anggit menambahkan, jangan
memberikan akses kepada anak untuk menyaksikan tayangan di media.
Sementara itu, komisioner bidang isi siaran Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) Pusat Mayong Suryo Laksono menerangkan, lembaganya sudah menindak
program-program tayangan yang mengandung unsur tak ramah anak.
Menurut dia, KPI terus memantau tayangan yang dinilai melanggar
ketentuan, lalu menindaklanjutinya. Tindak lanjut tersebut tidak terbatas
sampai pada sanksi administratif, tetapi juga hingga penghentian sementara.
"Yang kita pantau tentu substansi dari tayangan. Dengan
panduan yang kita berikan diharapkan muncul tayangan sehat. KPI sendiri bekerja
di hilir, apa yang tayang di radio dan televisi kami pelototi dan tugas kami
melakukan pembinaan," ujar Mayong.
Meski sanksi paling berat seperti penghentian tayangan sudah
diberikan KPI, dia menilai hal itu belum memberikan efek jera kepada pemilik
program tersebut.
Oleh sebab itu, Mayong berharap agar pemilik program melakukan
perubahan. Terutama dalam menghasilkan tayangan layak untuk anak.
"Perspektif acara ramah anak ini tidak hanya demi anak-anak
atau acara anak-anak tetapi semua acara punya perspektif ramah anak-anak,"
kata dia.
Selain KPI yang bertugas melakukan pengawasan, masyarakat bisa
tetap mengawasi acara dan melaporkan tayangan televisi. Semuanya bisa lebih
mudah dengan sebuah aplikasi bernama Rapotivi. Aplikasi ini diluncurkan oleh
lembaga studi dan pemantauan media, Remotivi pada 21 Februari 2015 lalu.
Direktur Remotivi Muhamad Heychael menjelaskan, Rapotivi
merupakan aplikasi untuk melindungi masyarakat termasuk anak-anak dari
tayangan negatif. Aplikasi ini bisa diunduh melalui perangkat android. Rapotivi
bisa digunakan untuk mengadukan tayangan televisi bermasalah.
"Setiap yang membuat pengaduan akan dapat notifikasi,
artinya masyarakat ikut dalam perubahan.
Notifikasi itu akan menginformasikan
tindakan apa selanjutnya yang akan dilakukan," Heychael menjelaskan.
Aplikasi ini juga bekerjasama dengan KPI sehingga laporan dari
Rapotivi akan disampaikan ke KPI untuk diverifikasi. Dengan cara ini, tentunya
pengawasan dan pengaduan dari warga terhadap suatu tayangan bisa dilakukan
dengan lebih mudah dan cepat.
Heychael menyebutkan sepanjang April hingga Juli tahun
sudah terdapat 270 aduan terkait tayangan tidak layak tonton.
"Sebanyak 94 aduan sudah diterima KPI dengan berbagai jenis aduan.
Sebanyak 57 aduan di antaranya langsung ditindak KPI," Heychael
menandaskan.
Komentar
Posting Komentar